Rabu, 18 Agustus 2010

BERKORBAN MEMBERI HIDUP

A. Kompetensi Dasar
Memahami bahwa berkorban itu memberi hidup dan mendorong orang lain melakukan hal yang sama.

B. Indikator Pencapaian Hasil Belajar
1. Menjelaskan makna pengorbanan.
2. Menjelaskan pengorbanan memberi hidup.
3. Menjelaskan kedekatan dengan tokoh yang bersedia berkorban mendorong orang untuk melakukan hal yang sama.
4. Menjelaskan bahwa Tuhan menghendaki manusia berkorban demi kesejahteraan
5. sesama.
6. Merancang dan melaksanakan kegiatan pe-ngumpulan buku dan majalah untuk diberi-kan ke perpustakaan sekolah atau kelurahan sebagai perwujudan sikap berkorban.
7. Membuat laporan atas kegiatan.


C. Landasan Pemikiran
Meluangkan waktu untuk kerja bakti, pertemuan RT/RW, menengok tetangga yang sakit, menyapa lebih dahulu orang yang membenci, dan sebagainya, rasanya sudah mulai luntur dalam kehidupan ber-masyarakat. Yang lebih dominan adalah sikap dan semangat egoistis dan individualistis. Hal ini tidak hanya terjadi di kota besar tetapi sudah merambah di lingkungan pedesaan. Segala bentuk relasi antar-manusia mulai diukur dengan uang, sehingga jangan berharap mendapat pertolongan yang gratis sifatnya, jangan bermimpi ada orang lain mau berkorban.
Berkorban untuk hal-hal sepele saja sulit, apalagi mengorbankan jiwanya untuk orang lain. Mengapa orang sulit berkorban untuk orang lain? Karena orang mempunyai dan meyakini nilai-nilai hidupnya yang mengarah pada kesejahteraan dan kepentingan pri-badi atau individual. Nilai-nilai pribadi atau indivi-
dual ini tampak pada orang yang mementingkan ma¬teri, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kepentingan dan kepuasan diri sendiri. Berkorban itu sulit karena orang harus menentang, mengingkari, dan bahkan melepaskan nilai-nilai yang dianutnya. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa pengorbanan memang diperlukan, karena orang itu mementingkan nilai-nilai kebersamaan atau sosial. Orang seperti ini me-rasa senang dan bahagia kalau sesamanya senang dan bahagia, bahkan kalau perlu orang ini mengorbankan diri demi kebahagiaan orang lain. Yang menjadi masalah adalah sejauh mana dan dalam kondisi apa pengorbanan perlu dilakukan?
Sikap berkorban yang dilakukan ini tidak jarang dipengaruhi oleh orang lain, khususnya orang yang dekat dengan kita. Orang dapat berkorban karena melihat semangat pengorbanan orang lain, karya yang nyata bagi orang lain, kepekaan menangkap penderita-an orang lain, dan cara hidup orang lain. Dampak yang dapat dirasakan atas keberadaan orang ini adalah menjadi daya dorong dan inspirasi untuk berkorban bagi orang lain. Sikap pengorbanan dapat diwujudkan dalam sikap empati, yaitu kemampuan untuk merasa-kan perasaan dan penderitaan orang lain, sikap tanpa pamrih, tidak mementingkan diri sendiri, sikap solider dan toleran, sikap bersaudara dengan orang lain, peduli terhadap penderitaan orang lain.
Ada dua macam pengorbanan yang dapat dila¬kukan orang. Pertama, pengorbanan yangbernilai ho¬rizontal, yaitu perbuatan yang dilakukan untuk kese-lamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan orang lain, tanpa pandang bulu, baik suku, agama, ras, golongan, dan sebagainya. Misalnya pengorbanan orang tua un¬tuk membesarkan anaknya, pengorbanan pahlawan bangsa demi kemerdekaan negaranya, pengorbanan siswa-siswi untuk mengerjakan tugas pada jam ko-song, melaksanakan piket, dan sebagainya. Kedua, pengorbanan yang bernilai vertikal, yaitu perbuatan untuk mengembangkan cinta ilahi, cinta Tuhan, dalam hidupnya sebagai orang beriman. Kedua nilai pengorbanan ini saling terkait. Orang dapat berkor-ban bagi sesama kalau orang mencintai Tuhan, seba-liknya orang berkorban demi Tuhan kalau orang men¬cintai sesamanya. Tampaklah bahwa pengorbanan selalu didasarkan pada cinta, sebagai anugerah Tuhan. Dengan demikian, hidup orang beriman tidak hanya berhenti pada kegiatan ritual keagamaannya, tetapi mengimplementasikan hubungan yang akrab dengan Tuhan itu kepada sesama, khususnya yang menderita.
Praktek pengorbanan yang ada di masyarakat diharapkan berpengaruh pada diri Anda. Barangkali selama ini, dalam kehidupan sehari-hari, Anda ku-rang bertanggung jawab terhadap tugas, tidak mau melakukan tugas apalagi mengambil alih tugas teman karena takut dicap sok suci dan cari muka. Anda me¬lakukan tugas hanya sebatas kalau ada guru, disuruh guru, dan ada penilaian.
Melalui materi pokok ini, Anda diajak menyadari bahwa untuk mencapai hidup yang sejati dibutuhkan suatu pengorbanan. Kalau perlu pengorbanan jiwa sehingga hidup Anda akan lebih bermakna, dan orang lain dapat hidup sejahtera.
D. Uraian Materi Pokok
1. Makna pengorbanan.
2. Pengorbanan memberi hidup.
3. Kedekatan dengan tokoh yang bersedia ber-
4. Korban mendorong orang untuk melakukan hal yang sama. Tuhan menghendaki manusia berkorban I demi kesejahteraan sesama.


E. Studi Pustaka
Kegiatan studi pustaka berdasarkan pertanyaa yang ada pada Pendalaman dan Refleksi, yang di-j lakukan secara kelompok.


F. Pendalaman dan Refleksi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini sebagai bahan kegiatan studi pustaka!
1. Apa makna pengorbanan?
2. Jelaskan makna pengorbanan yang dilakukan terhadap orang lain!
3. Mengapa diperlukan pengorbanan untuk mencapai hidup sejati?
4. Jelaskan bahwa kedekatan hubungan pribadi dengan orang yang bersedia berkorba dapat memberi kekuatan rohani!

G. Pengembangan Religiositas
Berikut ini disajikan beberapa pandangan daij berbagai agama dan kepercayaan tentang berkorban memberi hidup. Anda juga dapat membaca sumber-l sumber lain yang sesuai dengan tema untuk mem-l perluas wawasan dan pengetahuan Anda.

Agama Buddha
Pengorbanan dari dimensi Buddhis, didahulul dengan mengambil gambaran Sang Buddha, Sidhartal Gotama, yang rela meninggalkan keluarga dan ista-l nanya serta haknya untuk menjadi raja demi mencari jalan untuk membebaskan manusia dari penderitae Sang Buddha adalah putra mahkota dan beristri ca tik serta telah mempunyai anak yang manis dan luc Betapa berat meninggalkan mereka demi tujuan yar lebih tinggi, yaitu melepaskan manusia dari bermacam penderitaan. Jadilah Sang Buddha membawa pencerahan bagi umat manusia.
Bodhisattva adalah orang yang menginginkan kebahagiaan bagi orang lain. Dalam keadaan mulia ini, individu sarat dengan keinginan yang sederhana untuk mengabdikan diri, bahkan dengan mengorban-kan kebahagiaannya sendiri demi kesejahteraan orang lain. Dia berusaha untuk mencapai suatu ke¬adaan yang penuh kebahagiaan bagi semua makhluk.
(Ikeda, Daisaku. 1988. Buddhisme: Falsafah Hidup. Jakarta: PT Indira, him. 38)
Ketika orang berhasil mencapai kebijaksanaan yang tak terhalangi dan sempurna, sifat sejati segala sesuatu yang mampu menghentikan nafsu keinginan apa pun, ia telah mencapai alam transendental, pi-kirannya telah melampaui kondisi duniawi. Ketika ia telah melepaskan sepenuhnya dan sebaik-baiknya semua kotoran batin, pikirannya akan bebas perma-nen dari semua hal-hal duniawi ini yang sebelumnya ia sukai dan benci. Kondisi inilah yang merupakan akhir dari siksaan dan pemukulan, penikaman dan olok-olok, dan apa pun. Kondisi ini merupakan kon¬disi pembebasan dari setiap belenggu, ciri-ciri alam transendental yang tertinggi.


Agama Hindu
Svami Vivekananda berkata, "Bahkan pahlawan atau orang yang telah mencapai ambang batas kebe-basan terakhir, ia harus kembali lagi mengayunkan langkahnya membantu saudara-saudaranya yang jatuh atau yang tertinggal di belakang." Orang yang terbesar adalah ia yang mau melepaskan realisasi diri-nya dalam rangka menolong orang lain merealisasi-kan dirinya. Lebih jauh ia menunjukkan bahwa setiap individu harus mengadopsi sarana-sarana emas antara dua doktrin. Apabila seorang manusia hanyut dalam kemewahan dunia tanpa pengetahuan akan kebenaran, maka ia kehilangan jejaknya. Pada sisi
lain, apabila ia mengutuk dunia dan pergi ke hutan, menyiksa dirinya dan membunuh dirinya sendiri per-lahan-lahan dengan puasa, membuat hatinya kering, membunuh perasaan-perasaannya, menjadi kasar, keras, dan kering, ia juga menghilangkan jalannya sendiri.


Agama Katolik
Mgr. Ignatius Suharyo (Uskup Keuskupan Agung Semarang) mengatakan korban adalah sesua¬tu yang melekat dalam diri setiap manusia yang rela untuk kehilangan, rela untuk kekurangan, dan rela untuk menunda kebahagiaan. Kesediaan untuk ber-korban dengan menunda kebahagiaan sempit untuk menggapai kebahagiaan yang lebih luas. Karena itu korban mempunyai dua makna, vertikal dan hori¬zontal. Secara vertikal berkorban untuk Tuhan dan secara horizontal merelakan diri untuk kebahagiaan manusia seutuhnya. Dalam ajar an agama Katolik, korban berkaitan dengan salib. Melalui salib menuju kebangkitan. Tidak ada kebangkitan tanpa salib yang mempunyai makna dalam rangka proses kebangkitan dan penderitaan untuk kebahagiaan. Contoh teladan terhadap pengorbanan telah diperagakan Yesus yang memberikan diri seutuhnya, mengorbankan diri de-mi keselamatan umat manusia, dan yang kemudian ini menjadi inspirasi keimanan umat-Nya.

Agama Kristen
Tuhan Yesus Kristus mengajarkan bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia harus
1. menyangkal dirinya, artinya mengorbankan keakuannya luluh dalam tekad untuk sungguh-sungguh menaati Tuhan lebih dari segalanya;
2. memikul salibnya, artinya bersedia berkorban/ menanggung resiko dari segala bentuk ketaat-annya kepada Tuhan;
3. mengikut Yesus, artinya bersedia mengikuti teladan Kristus dalam mewujudkan kasih-Nya melalui kesediaan diri untuk merendahkan diri dan berkorban bagi keselamatan banyak orang. Siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia
akan kehilangan nyawanya, tetapi barang siapa
kehilangan nyawanya karena Yesus dan karena Injil,
ia akan menyelamatkan nyawanya.


Agama Islam
Pada hakikatnya, kesediaan berkorban bagi ke-pentingan orang lain adalah benih-benih kesufian dari dasar hati manusia yang paling bening. Apabila ini dipupuk dengan keiklasan akan terbentuk kepri-badian yang melebihutamakan hak orang lain daripa-da hak diri sendiri dan melebihunggulkan kewajiban daripada balasan. Dan itulah sinyal-sinyal kehidupan sufah.

Aliran Kepercayaan
Jadilah kesembuhan bagi orang sakit, pelipur bagi yang berduka, air sejuk bagi setiap yang dahaga, hidangan sorgawi bagi setiap yang lapar, bintang bagi setiap kaki langit, cahaya bagi setiap lampu, pemba-wa kabar baikbagi setiap orang merindukan Kerajaan Tuhan.

Agama Khonghucu
Tersurat di dalam Kitab Lun Yu: "Seorang yang Luhur Budi, yang Beriman mangutamakan kepen-tingan umum, bukan hanya kelompok sendiri; se¬orang rendah budi hanya mengutamakan kelompok bukan kepentingan umum" (II: 14). "Seorang yang hanya mengejar keuntungan saja niscaya banyak yang menyesalkan" (IV: 13). "Seorang Junzi (Luhur Budi) hanya mengerti akan kebenaran, sebaliknya
orang yang rendah budi hanya mengerti akan ke¬untungan." "Bila melihat seorang yang bijaksana ber-usahalah menyamainya dan bila melihat seorang yang tidak bijaksana, periksalah dirimu sendiri" (IV 16,17). "Seorang yang berperi Cinta Kasih (Ren) ingir dapat tegak, makaberusaha agar orang lainpun tegak ia ingin maju dan sukses maka berusaha agar orang lainpun maju dan sukses."
"Seorang siswa yang berusaha hidup di dalarr Dao tidak boleh tidak berhati luas dan berkemaxiar keras karena beratlah bebannya dan jauhlah per-jalanannya, Cinta Kasih itulah bebannya, bukankal" berat? Sampai mati barulah berakhir, bukankat jauh?" (Lun Yu VIII: 7).
Nabi Kongzi bersabda: "Tentang Raja Yu sesung-guhnya tidak ada yang dapat kucela, makan minum-nya sangat sederhana, tetapi dalam sembahyang berlaku bakti benar. Pakaiannya sangat sederhana tetapi waktu melakukan sembahyang ia mengenakar pakaian dan topi yang sangat indah. Istananya sanga: sederhana, tetapi dengan sepenuh tenaga ia mengatu: saluran-saluran air (menolong rakyat dari bencanf banjir). Sungguh tidak ada yang dapat kucela tentang raja Yu"

H. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!
1. Jelaskan makna pengorbanan!
2. Jelaskan bahwa pengorbanan memberi hi¬dup!
3. Jelaskan bahwa kedekatan hubungan pri-badi dengan orang yang bersedia berkorbar memberi daya kehidupan!
4. Jelaskan bahwa Tuhan menghendaki manu¬sia berkorban untuk sesamanya!
5. Bagaimana penilaian atau tanggapan Andc atas kegiatan pengumpulan buku dan maja-lah yang diberikan ke perpustakaan sekolah atau kelurahan sebagai perwujudan sikar. berkorban?

2 komentar: